Entri yang Diunggulkan

Waeputih Tanah Dadomi

Puisi karya : Pena Guheba Waeputih, 20 Oktober 2023 Suara kehidupan melintasi bukit Kudarange dan tanjung sial Pecahan ombak terdengar syahd...

Selasa, 26 Desember 2017

Kisah Klasik Di Hari Natal








Tulisan tangan Bang Djali Gafur

Saya lahir dan kecil di perkampungan yang mayoritas penduduknya adalah Nasrani (Galala/Hative Kecil). Di sekolah, dari 40 siswa di kelas, hanya kami bertujuh yang muslim. Sedangkan di desa, umat muslim hanya sepuluh persen dari total penduduk.
Setiap Natal, keluarga kami sering kebagian parsel. Jumlahnya bahkan pernah sampai puluhan. Kami juga mengunjungi tetangga setelah kebaktian di Gereja. Suasananya mirip Lebaran. Datang bertamu, bersalaman, saling bermaafan, lalu mengalirlah doa-doa (semoga sehat selalu, panjang umur, mudah rejeki, semoga pembangunan masjidnya lancar, cepat dapat jodoh, diterima jadi PNS, kalo sunatan berikabar, dll). Lalu acara bertamu ditutup dengan makan.
Pernah juga ketika sedang membangun Masjid, para pemuka masyarakat yang Kristiani turun tangan. Mereka bukan hanya menyumbang tenaga, tetapi juga membawa bahan bangunan dan sumbangan uang hasil urunan umat gereja untuk pembangunan Masjid. Sehingga kami yang minoritas merasa diterima, dihormati & dilindungi.
Tetapi yang paling berkesan bagi saya setiap kali natal adalah Ella. Saya lupa nama lengkapnya. Dia anak tunggal, perempuan satu-satunya. Rupanya manis. Mirip nona Manado kata seorang teman. Bapaknya tuan tanah jadi lumayan sejahtera hidupnya. Keluarga mereka sangat dekat dengan Kakek saya. Bahkan pamanya sudah dianggap seperti anak sendiri. Dan selama puluhan tahun Kakek saya menyewa kebun dan mengelola tanah mereka.
Setiap kali Natal, Ella selalu merayakan hari ulang tahunya. Tepat tanggal 25 Desember. Semua orang tua di muka bumi ini akan bahagia bila anaknya lahir di hari baik. Namun kebahagiaan Ella dan keluarganya juga selalu menjadi kebahagiaan kami. Ketika kecil, Ella selalu merayakan ulathnya, tepat di sore hari setelah kebaktian di gereja usai.
Lalu pesta Ella menjadi perayaan anak-anak sekampung. Kami semua yang muslim mendapat undangan khusus. Yang paling saya ingat dari acara ultah Ella adalah makan. Itulah pertama kali dalam hidup saya mencicipi kue tart ulangtahun.
Ada satu moment lucu. Tatkala resepsi ultah sudah memasuki babak klimaks. Kue tart sudah diletakan di atas meja utama. Kami semua yang duduk dalam barisan menatap takjub. Ada sebagian menelan liur yang hampir luber bersama ingus.
Lilin di kue tart sudah dinyalakan. Ella berdiri menghadap seluruh tamu undangan, memegang mic, bersiap memberikan sambutan. Namun ia ragu-ragu, mic diletakan kembali di atas meja. Suasana hening seketika. Semua hadirin yang masih bocah diam menunggu kata pertama dari Ella. Tapi Ella belum juga punya keberanian untuk bersuara dihadapan hampir lima puluh anak. Dia masih duduk menghimpun nyali, sembari dibujuk oleh ayah ibunya.
Tiba-tiba, dalam suasana menunggu yang tenang. Seorang teman yang duduk disebelah saya bersama air muka masam, secepat kilat berdiri dan berkata dengan suara lantang penuh yakin.
“Ella tiop liling itu suda, biar katong makang itu kue, samua su seng tahang lai, aer mulu su malele nih, akang kayaknya enak tuuh....” (Ella segera tiup lilinya, biar kita bisa menikmati kuenya, semua sudah tak tahan lagi, liur sudah mulai menetes, sepertinya kue itu sangat enak)
“hiii.... ose galojo jua!”. (hiii.... kamu memang rakus!) Teman yang lain menimpali. Dan kami semua sama-sama tertawa girang.
Sore itu, sore bersejarah. Kami untuk pertama kalinya menikmati kue tart paling enak di dunia. Lalu masing-masing pulang dengan membawa bingkisan kue dan buah. Meskipun setelah merantau begitu jauh, setiap kali mencicipi tart, tak ada yang sedahsyat tart ultah Ella.
Kini setelah bertahun terpisah oleh konflik yang sempat melanda Ambon. Kami sudah tak pernah lagi berjumpa. Tak ada lagi kue Tart ultah Ella. Yang tersisa hanyalah kenangan. Indanya kebersamaan, ketulusan dan kekeluargaan.
Selamat Natal Ella, Selamat Ultah Ella. Semoga sehat, panjang umur, terima kasih atas kebaikan keluarga selama ini dan semoga kita semua diberi berkah dari yang kuasa. Amin.
......
Setelah semunya terjadi. Setelah konflik berkecamuk. Tak ada yang sanggup memutar waktu. Kami telah melewati saat-saat yang teramat pilu dan lara. Dan saya tak mau hidup dalam kenangan masalalu penuh prahara. Setelah semua yang pahit, biarkanlah saya mengingat satu yang manis, lalu melakukan yang baik.
#SalamatNatal
#AmbonManise