Entri yang Diunggulkan

Waeputih Tanah Dadomi

Puisi karya : Pena Guheba Waeputih, 20 Oktober 2023 Suara kehidupan melintasi bukit Kudarange dan tanjung sial Pecahan ombak terdengar syahd...

Jumat, 19 Mei 2017

Tantangan Pengelolaan SDA di Maluku Demi Kesejahteraan Masyarakat


A.    Profil Potensi sumber daya alam di Maluku
Secara makro ekonomi, kondisi perekonomian Maluku cenderung membaik setiap tahun. Salah satu indikatornya antara lain, adanya peningkatan nilai PDRB. Pada tahun 2003 PDRB Provinsi Maluku mencapai 3,7 triliun rupiah kemudian meningkat menjadi 4,05 triliun tahun 2004. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2004 mencapai 4,05 persen dan meningkat menjadi 5,06 persen pada 2005.
Kondisi geografis Provinsi Maluku bila dilihat dari sisi strategis peluang investasi bisnis dapat diprediksi bahwa sumber daya alam di sektor perikanan dan kelautan dapat dijadikan primadona bisnis di Maluku, selain sektor lainnya seperti pertanian subsektor peternakan dan perkebunan, sektor perdagangan dan sektor pariwisata serta sektor jasa yang seluruhnya memiliki nilai jual dan potensi bisnis yang cukup tinggi.

Sumber Daya Hutan
Luas sumber daya darat di Maluku adalah sebesar 54.185 km2, dengan potensi sumber daya hutan:
         Hutan Konversi: 475.433 Ha
         Hutan Lindung: 774.618 Ha
         Hutan Produksi Terbatas: 865.947 Ha
         Hutan Produksi Tetap: 908.702 Ha
         Hutan yang dapat dikonversi: 1.633.646 Ha

Potensi Tambang dan Mineral
Emasmerupakanlogam yang sangatberharga, emasjugatermasuklogam yang bersifatlunakdanmuda di tempadanmempunyaiwarnaalamikilaukekuningan, Karakterdanwarnaemas yang membuatnyasemakinlebihberkarakterdanmenarik.
Adapun daerah penghasil tambang dan Mineral di Provinsi Maluku adalah :
-        Emas: Pulau Buru, Wetar, Ambon, Haruku, dan Pulau Romang.
-        Mercuri: Pulau Damar
-        Perak: Pulau Romang
-        Logam Dasar: Pulau Haruku dan Nusalaut
-        Kuarsa: Pulau Buru
-        Minyak Bumi: Bula (Pulau Seram), Laut Banda, Kepulauan Aru dan cadangan minyak di Maluku Barat Daya.
-        Mangaan: Laut Banda
Perikanan
Provinsi Maluku ditetapkan oleh Menteri KKP (Fadel Mohammad) sebagai Lumbung Ikan Nasional 2030 sejak digelarnya Sail Banda 2010. Maluku yang merupakan kepulauan bahari terbesar di wilayah Nusantara memang layak dijadikan lumbung ikan nasional karena potensi perikanan yang luar biasa banyaknya disertai laut yang kaya dan masih terjaga dari campur tangan manusia. Daerah dengan potensi ikan di wilayah Maluku yaitu
1.     Kepulauan Banda
2.     Kepulauan Kei
3.     Kepulauan Aru
4.     Maluku Tenggara Barat
5.     Maluku Barat Daya
Potensi Perikanan dan Sumber Daya Air Maluku
Sumber daya perairan 658.294,69 km2, dengan potensi sebagai berikut : - Laut Banda : 277.890 ton/tahun - Laut Arafura : 771.500 ton/tahun - Laut Seram : 590.640 ton/tahun
Berbagai jenis ikan yang dapat ditangkap dan terdapat di Maluku antara lain : ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang, udang, lobster, cumi.
Sementara untuk potensi budidaya laut yang penyebarannya terdapat pada Laut Seram, Manipa, Buru, Kep. Kei, Kep. Aru, Yamdena, pulau pulau terselatan dan wetar adalah kakap putih, kerapu, rumput laut, tiram mutiara, teripang, lobster, dan kerang-kerangan. Untuk potensi budidaya payau adalah bandeng dan udang windu.
Energi
Kepulauan Indonesia bagian timur umumnya serta Maluku secara khususnya mengalami dampak benturan lempeng Pasifik, lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia relatif lebih intensif yang menyebabkan wilayah ini menjadi salah satu yang sangat dinamis dengan berbagai jenis bahan tambang dan energi. Cadangan gas terbesar di Indonesia tercatat berada di blok Pulau Masela di MTB (Maluku Tenggara Barat).[1]
B.     Regulasi Pengelolaan SDA yang Berbasis Pada Kesejahteraan Rakyat dan Memperhatikan Keselamatan lingkungan Hidup
Provinsi Maluku merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan wilayah kepulauan yang terbesar. Luas wilayah provinsi Maluku secara keseluruhan adalah 581.376 km2, yang terdiri dari luas lautan 527.191 km2 dan luas daratan 54.185 km2. Dengan kata lain sekitar 90% wilayah provinsi Maluku adalah lautan.[2]. Karakteristik wilayah Maluku yang heterogen membuat Provinsi ini berbeda dengan provinsi lain yang ada di Nusantara. Selain di dominasi oleh lautan yang memiliki kekayaan aneka ragam hayati laut Maluku juga memiliki wilayah daratan dengan kesuburan tanah yang baik dan bervariasi sehingga dapat  meningkatkan pertumbuhan tanaman, baik disektor perkebunan maupun pertanian. Luas wilayah hutan dengan didukung oleh faktor fisiknya berpotensi menjadikan hutan di Maluku sebagai hutan produksi yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Melihat potensi-potensi yang ada di Maluku berdasarkan kondisi fisik yang menunjang, maka Maluku memiliki sumber daya alam yang sangat banyak, baik itu sumber daya alam biotik maupun abiotik. Keberadaan sumber daya alam dalam suatu wilayah dapat dimanfaatkan guna menunjang kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi wilayah. Namun, pada kenyataannya kesejahteraan itu belum melekat bagi masyarakat maluku secara merata. Belum lagi ditambah dengan Kabupaten-kabupaten terluar seperti Maluku Tenggara Barat, Maluku Barat daya dan kepulauan Aru, dimana pertumbuhan ekonominya bisa dikatakan terendah. Belum meratanya pembangunan sektor ekonomi membuat angka kemiskinan di tiga Kabupaten tersebut menjadi  yang  tertinggi di Maluku, rata-rata menyumbang angka kemiskinan 19 %.[3]
Berdasarkan kondisi tersebut maka  peran pemerintah sebagai pemangku kebijakan tertinggi mempunyai fungsi dan tanggung jawab dalam hal meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain ditunjang oleh sarana dan prasarana transportasi dan pemberdayaan sumber daya manusia, pemerintah berkewajiban memilik fungsi kontrol yang mengikat berupa pengaturan melalui regulasi-regulasi daerah mengenai pengelolaan sumber daya alam yang berbasis pada kesejahteraan rakyat dan memperhatikan lingkungan.
Kita ketahui bahwa kekayaan alam dipergunakan semata-mata untuk kemakmuran rakyat seperti yang tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa: “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.  Implikasi dari pasal ini bahwa segala bentuk kekayaan alam adalah merupakan hak dari rakyat, sehingga terbentuknya kesejahteraan bagi masyarakat.
Berkaitan dengan pengelolaan SDA harus bersandar pada proses pemberdayaan, ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui sistem pengelolaan. Demi menjaga kestabilan lingkungan hidup sehingga siklus pemanfaatan SDA dapat berjalan secara terus menerus, maka tentu harus memperhatikan kondisi lingkungan sebagai akbiat dari dampak pengelolaan. Hal ini tertuang dalam pasal 1 ayat 28, pasal 3, pasal 6, dan pasal 7 Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan Batu Bara.
Fakta yang menunjukan bahwa hasil sumber daya alam belum seutuhnya terbangun berdasarkan asas-asas keadilan. Sementara hakekat dari adanya potensi kekayaan alam adalah memakmurkan masyarakat secara merata. Berkaitan dengan hal itu dari wilayah hutan yang memiliki potensi kekayaan hayati maka diaturlah dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 bagian ke tiga pasal 23 yang menyatakan bahwa pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b, bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya.
Untuk menunjang kestabilan dan produktivitasnya tentu perlu dilakukan pemeliharan demi mendukung kualitas sumber daya alam, semakin tinggi nilai produksi sumber daya alam maka akan meningkatkan nilai ekonomi masyarakat. Mengingat pentingnya hasil sumber daya alam maka pemerintah menetapkan regulasi untuk dilakukannya konservasi sumber daya alam hayati. UU No. 5 tahun1990 tentang KonservasiSDAHayati dan Ekosistemnya, sebagai fungsi kontrol yang mengikat, maka aturan ini mengamanatkan adanya pelestarian sumber daya alam hayati sehingga memiliki nilai manfaat yang berkelanjutan.
Dilihat berdasarkan aspek hukum maka UURepublik Indonesia No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbanganekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraanmasyarakat dan mutu kehidupan manusia.[4]

C.     Strategi optimalisasi potesi SDA bagi ekonomi masyarakat maluku
Kelimpahan sumber daya alam di Maluku merupakan omset daerah yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Dalam hal membangun pertumbuhan ekonomi Maluku melalui potensi alam, maka diperlukannya hubungan pemerintah dan masyarakat. Pemerintah memiliki peran dan fungsi untuk mngontrol, memberdayakan dan menentukan kebijakan yang pro rakyat, sedangkan masyarakat memiliki peran dalam hal mengelola dan memelihara potensi sumber daya alam yang ada.
Sadar atau tidak sadar, saat ini alam telah memanjakan kita dengan berbagai anugerah Tuhan. Ini menjadi catatan penting untuk dapat merubah mindset setiap orang, bahwa kekayaan alam tidak akan mutlak adanya tanpa didukung oleh kesadaran dan perilaku dari manusia. Masyarakat hanya memaksimalkan potensi alam ini untuk kebermanfaatan yang sementara. Padahal kita ketahui bahwa potensi sumber daya alam akan optimal jika bersifat berkelanjutan, artinya bahwa masyarakat harus mampu dan mengimplementasikan konsep konservasi guna untuk kebermanfaatan jangka panjang, sehingga apa yang kita nikmati saat ini juga dinikmati oleh generasi kita kedepan..
Optimalisasi sumber daya alam tidak lepas pisah dengan pelestarian lingkungan hidup. Lingkungan hidup mencakup estetika dalam memanfaatkan dan mengelola potensi alam seperti pemeliharaan, pengelolaan dan memproduksi. Selain itu peran pemerintah juga dibutuhkan dalam mengoptimalisasi sumber daya alam melalui regulasi daerah yang memberikan penekanan untuk manfaat yang berkelanjutan dan kemakmuran rakyat yang seutuhnya.
Ruslan Hurasan salah satu anggota DPRD Kabupaten Maluku Tengah dari Partai Kebangkitan Bangsa mengungkapkan bahwa ada 4 hal yang menjadi indikator dalam mengoptimalisasikan sumber daya alam bagi ekonomi masyarakat Maluku, yaitu:
1.      Pemerintah pusat harus memberikan kewenangan kepada Pemda Maluku dalam hal mengatur pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan adanya otonomisasi kedaerahan.
2.      Pemerintah lebih meningkatkan pola pemberdayaan tenaga lokal sehingga menghasilkan skil yang kreatif dan inovatif untuk menunjang pertumbuhan dan pemberdayaan ekonomi.
3.      Melakukan pendampingan dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup
4.      Menghitung dana alokasi umum dihitung dari laut sesuai dengan kondisi wilayah Maluku.
Mengacu pada pendapat di atas maka yang menjadi pokok inti dalam mengoptimalisasikan sumber daya alam adalah pemerintah daerah. Untuk itu kewenangan daerah harus diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, karena Pemerintah daerah lebih mengetahui karakter kondisi Maluku yang beragam dan memiliki fanatisme adat yang tinggi, selain itu Pemerintah Daerah dapat melakukan kebijakan yang sifatnya mengontrol dan mengikat demi memaksimalkan manajemen pengelolaan yang baik. Keputusan regulasi juga sangat berpengaruh dalam menentukan ekonomi masyarakatnya, Dana Alokasi Umum misalnya. Kita ketahui bahwa luas wilayah laut dengan kekayaan hayati laut yang melimpah memberikan referensi yang kuat dan faktual agar dana alokasi umum Maluku harus di hitung dari Laut, sehingga apa yang menjadi kebutuhan daerah demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Maluku mulai dari pembangunan infrastruktur dan ekonomi dapat terlaksana.
Haris Molle, Ketua DPW Gemasaba Maluku mengungkapkan, dalam hal mengoptimalisasikan sumber daya alam, maka perlu dioptimalkan peran pemerintah dan memperhatikan kesadaran dari masyarakat dalam melihat kondisi ekosistem makhluk hidup. Biota laut misalnya, apabila lingkungan tidak dijaga dan dirawat dengan baik maka akan berdampak pada ekosistem lingkungan laut, apabila ekosistem lingkungan laut mengalami kerusakan maka siklus hidup dan pola rantai makanan tidak akan berjalan dengan baik, apabila rantai makanan di laut tidak berputar sesuai siklusnya, maka otomatis biota laut sebagai sumber pendapatan dan potensi terbesar masyarakat Maluku akan mengalami kepunahan dan akan berdampak pada nilai tambah (value added) perekonomian di Maluku.



[1]Sumber : www.malukuprov.go.id. Tanggal 18 maret 2017
[2]Dionisius Bawole dan Yolanda M T N Apituley. Maluku Sebagai Lumbung Ikan Nasional:
Tinjauan Atas Suatu Kebijakan. Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan
, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Pattimura.
ISBN: 978-602-98439-2-7. 2011. Hal 241
[3]DMS 102,7 FM, Maret 2017.